Bima, (SM).- Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa
Kambilo (Formasik) Kecamatan Wawo mendatangi kantor UPT Dinas Pertanian yang
terletak di ujung barat wilayah Desa Kombo. Kedatangan mereka hendak mempertanyakan
pembagian dana bantuan pemerintah pusat kepada 47 Kelompok Tani (Koptan) di seluruh
wilayah Wawo tahun 2011, yang masing-masing sebesar Rp 2,9 juta lebih setiap Koptan.
Dalam aksi damai
yang mendapat perhatian khusus dari unsur Muspika, jajaran Polsek Wawo, bahkan
dari anggota Polresta Bima Kota tersebut, Koordinator Aksi, Firmansyah mengungkapkan,
beberapa bulan lalu 47 Koptan di wilayah Wawo mendapat bantuan dana dari
pemerintah pusat, masing-masing sebesar, Rp. 2,9 juta lebih. Sayangnya, uang
sebesar itu tidak diserahkan secara utuh oleh UPT Dinas Pertanian Wawo kepada
para Ketua Koptan. Yang diterima Koptan hanya Rp 550 ribu per Koptan, ditambah barang-barang
seperti pupuk dan pestisida, bahkan sebagian Koptan tidak mendapatkan
barang-barang yang dimaksud. “Kemana hak-hak para petani itu”, tanyanya.
Selain itu,
Firman dan rekan-rekannya menduga kuat telah terjadi pungutan liar (Pungli) di
UPT Pertanian Wawo. Menurut mereka, berdasarkan data yang diperoleh dari
beberapa Ketua Koptan, uang bantuan tersebut sudah dipotong oleh KUPT Pertanian
sebesar Rp 230 ribu per Koptan, dengan alasan untuk biaya transportasi
pengangkutan barang, seperti pupuk dan barang-barang lainnya untuk kebutuhan
petani.
“Kalau
ditotalkan, hasil pungli yang dilakukan pihak UPT Pertanian Wawo dari
masing-masing Koptan ini mencapai Rp 10 juta lebih”, duganya.
Tidak hanya itu,
Firman yang juga Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bima
tersebut, mempertanyakan penggunaan dana
untuk kegiatan pertemuan Sekolah Lapang (SL) sebanyak delapan kali, yang
menelan biaya mencapai Rp 1.080.000,- per Koptan, padahal selama ini kegiatan
pertemuan itu hanya berjalan satu sampai dua kali saja.
“Makanya, wajar
kami lakukan klarifikasi penggunaan dana untuk 47 Koptan ini, dan pihak UPT
Pertanian harus mengembalikan sebagian dari hak para petani sampai lima hari
kedepan. Paling tidak, Rp 250 ribu per kelompok. Jika tidak, kami akan turun
demo lagi dengan massa yang lebih besar”, ancam Firman dan rekan-rekannya.
Sementara itu,
Kepala UPT Dinas Pertanian dan Holtikultura Kecamatan Wawo, Ir. Purnama HMS
menjelaskan, dana bantuan sebesar Rp 2,9 juta lebih per Koptan tersebut antara
lain, sudah diserahkan pihaknya kepada para Ketua Koptan, masing-masing sebesar
Rp 600 ribu. Sedangkan sisanya digunakan
untuk membayar pupuk NPK, bio hayati, ZPT, herbisida, isektisida dan fungisida.
Plus untuk administrasi dan operasional pihaknya dalam mengurus segala
kebutuhan para Koptan penerima bantuan sebesar Rp 135 ribu per kelompok.
“Termasuk yang
masih disimpan di rekening bank masing-masing Koptan saat ini, sebanyak, Rp 150
ribu, dengan tujuan agar rekeningnya mereka tidak nihil”, jelasnya.
Disampig itu,
lanjut Purnama, dari total bantuan sebesar Rp 2,9 juta tersebut, sebagian
besarnya atau sebanyak Rp 1.088.000,- telah dipergunakan untuk pertemuan
Sekolah Lapang (SL). Termasuk untuk kegiatan pelatihan para anggota Koptan.
Bahkan uang sebesar itu, sudah diserahkan pihaknya kepada para Petugas Penyuluh
Lapangan (PPL) di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Wawo, untuk dikelola
oleh pihak BPP bersama 47 Koptan dimaksud.
“Yang
jelas uang sebanyak Rp 1 juta lebih itu itu sudah kita kami serahkan ke PPL
untuk dipergunakan mulai dari pengolahan tanah sampai memasuki musim panen”, urai
Purnama.
Tidak
puas dengan penjelasan KUPT Pertanian Wawo, puluhan mahasiswa asal Desa Kambilo
tersebut, langsung menyerbu Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Wawo yang berada di
samping Kantor UPT pertanian setempat.
Sayangnya,
ketika para mahasiswa hendak melakukan klarifikasi penggunaan dana Rp 1 juta lebih
itu untuk kegiatan pelatihan para anggota Koptan itu, tiba-tiba terjadi
ketegangan, lantaran Kepala BPP Wawo
Mustaram SP menunjukan sikap arogan dengan nada sangat keras terhadap para
pendemo, sehingga para pendemo tersinggung. Kepala BPP setempat dinilai tidak
paham dengan keinginan para pendemo tersebut, sehingga mereka langsung
membubarkan diri dengan tertib dan damai. (SM.16)