Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Bupati Ferry: Kembali ke Adat Istiadat Leluhur

23 Februari 2012 | Kamis, Februari 23, 2012 WIB Last Updated 2012-02-23T13:25:32Z

Bima, (SM).- Penyerahan Al-Quran dari Penghulu Melayu kepada Sultan merupakan puncak perayaan Hanta Ua Pua. Simbolisasi yang berlangsung sejak abad 17 memiliki makna filosofi bahwa Sultan wajib menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Islam harus disebarluaskan hingga ke pelosok desa sekalipun.
Demikian dikatakan Bupati Bima, H.Ferry Zulkarnain, ST yang juga Jenateke Kesultanan Bima saat menyampaikan sambutan pada acara perayaan Hanta Ua Pua yang berlangsung di Asi Mbojo (22/02).

Ferry menyakinkan, bahwa ajaran Islam harus dilaksanakan secara kaffah. Apalagi, saat menerima Al Quran sebagai Sultan sekaligus Bupati Bima ia telah berjanji, “saya menerima Al Quran ini, dan akan saya amalkan isi dan kandungan yang ada didalamnya dengan kesungguhan hati”, ikrarnya saat prosesi penyerahan kitab suci Al Quran dari Penghulu Melayu yang sebelumnya diusung melalui Uma Lige.
Di hadapan undangan yang hadir, antara lain: Wakil Walikota Bima H. Arahman H. Abidin, Kadis Pariwisata NTB yang juga hadir mewakili Gubernur NTB Drs.H. Lalu Gita Aryadi, Ketua Majelis Adat Dana Mbojo DR. Hj. ST Maryam R. Salahuddin, SH, Ferry mengingatkan bahwa saat ini dalam kehidupan masyarakat Bima ada karakter yang hilang. “Kita telah kehingalan karakter saling menghargai. Karena itu, melalui momentum Hanta Ua Pua saya ajak masyarakat Bima untuk kembali merenungi falsafah hidup orang tua kita dahulu”, harapnya.
Padahal dahulu kata Ferry, tidak ada jarak antara masyarakat dan Sultan. Semua sejajar, sama rata dan duduk bersama secara musyawarah. Sebab itulah, Kesultanan Bima tidak memiliki kursi singgasana. Nah, karakter inilah yang hilang dalam tatanan kehidupan masyarakat Bima saat ini.
Karena itu, Ferry mengajak seluruh masyarakat Bima,  tidak ada masalah yang tidak bisa kita musyawarahkan, semua sama, duduk sejajar ada nilai demokrasi disana. “Itulah falsafah kenapa Kesultanan Bima tidak memiliki Singgasana”, terangnya. 
Semua bisa kita bicarakan dari hati dengan mengedepankan rasa saling menghargai. Makanya, melalui momentum Hanta Ua Pua saya mengajak semua untuk implementasikan karakter saling menghargai di lingkungan kerja dan lingkungan keluarga.
Kepada seluruh warga Bima, Bupati menitip  pesan, “mari kembali ke adat istiadat leluhur semenjak Tanah Bima ini ada karena dengan cara inilah kita bisa rajut hubungan yang harmonis", pintanya.
Sementara itu, Gubernur NTB melalui Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Drs. H.L. Gita Aryadi menyatakan, upacara adat Hanya Ua Pua merupakan refleksi kecintaan kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW, Ua Pua juga merefleksikan  penghargaan peristiwa penting tumbuh kembangnya sejarah peradaban Islam di Tanah Bima.
Aspek lain terkait dengan Ua Pua, keberadaannya sebagai event budaya yang amat strategis untuk dikemas guna mendatangkan wisatawan. Dengan demikian pada gilirannya akan memberikan dampak positif bagi masyarakat daerah ini. “Mudah-mudahan perayaan tahun depan akan lebih semarak", tutup Gita. (SM.02)
×
Berita Terbaru Update