Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Komnas Perempuan, Lirik Insiden Lambu dari Perspektif Perempuan

29 Januari 2012 | Minggu, Januari 29, 2012 WIB Last Updated 2012-01-29T12:30:11Z

Bima,(SM).- Tragedi berdarah yang menewaskan dua orang warga Lambu Desember tahun lalu menjadi perhatian banyak pihak. Setelah sejumlah tim yang dibentuk untuk berpartisipasi menyelesaikan masalah tersebut, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap (Komnas) Perempuan juga ambil bagian.
Kedatangan mereka di Bima, melihat dampak dampak langsung maupun tidak langsung dari sisi perempuan yang menjadi korban. Karena selama ini, kaum lelaki yang melakukan aksi dan berkonflik, seara tidak langsung kaum perempuan yang tidak dipenuhi hak dan kebutuhan rumah tangganya.
Anggota Komnas Perempuan, Ninik Rahayu menjelaskan, kedatangan mereka pada prinsipnya yang utama ingin melakukan dialog dengan pemerintah daerah, dengan aparat penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan tentang kondisi dikeluarkannya kebijakan SK 118 dikaitkan dengan kebijakan menyeluruh tentang pengelolaan sumber daya alam di Bima. “Selain dengan bupati Bima, kami juga akan berdialog dengan Gubernur, sejauh mana konteks dikeluarkannya SK 188 ini,” katanya saat dicegat sejumlah wartawan usai keluar dari ruangan kepala Kejaksaan Negeri Raba Bima Jumat kemarin.

Ditanya pelanggaran, Ninik menjawab, mereka melihat secara sistemik dengan dikeluarkannya SK 188 telah memberikan dampak yang sangat luar biasa. Karena tidak ada proses partisipasi yang lebih baik untuk berdialog dengan masyarakat sehingga harus terjadi insiden tersebut.
Sedangkan kaitannya dalam konteks perempuan yakni, secara langsung maupun tidak langsung, dari insiden di Lambu perempuan yang menjadi korban. Ketika suaminya berdemo, ketika suaminya berkonflik, maka hak mereka untuk kondusif dalam keluarga hilang, kemudian dibarengi dengan hak ekonomi yang terganggu. “Para perempuan harus mengambil alih seluruh peran menjadi ibu dan bapak. Yang anaknya hilang, yang suaminya hilang yang suaminya sakit dan anaknya sakit. Dia yang harus memikul tanggungjawab,” jelasnya.
Menurutnya, tim tim yang sudah pernah dibentuk untuk melakukan invetigasi, sudah melakukan yang terbaik. Namun perspektif perempuan dan anak, belum secara integrasi dilihat. “Untuk itulah kami hadir di sini. Mencoba melirik dari sisi perempuan dan anak,” tandasnya.
Disisi lain, lanjutnya, Komnas Perempuan juga ingin mengetahui bagaimana pemerintah melakukan upaya pencegahan. Agar tidak terulang, karena dalam konteks Hak Asasi Manusia, Negara memiliki tanggungjawab untuk tidak melakukan pembiaran dan pembiaran akan terjadi jika misalnya proses ini akan terulang baik dalam cara kekerasan maupu intimidasi.
Ditanya turun ke Lambu, Ninik mengaku ada tim nya yang akan turun hari ini (kemarin,red). Kemudian mencari fakta-fakta dilapangan, termasuk fakta dari aparat penegak hokum dan pemerintah. Selanjutnya mengeluarkan rekomendasi, diantaranya meminta kepada pemerintah daerah untuk segera mencabut SK 188. Apalagi, yang diketahuinya pemerintah Legislatif sudah memberikan rekomendasi pencabutan SK 188 tersebut. “Yang utama juga nanti, setidaknya pemerintah memberikan ruang kepada masyarkat untuk melakukan dialog,” katanya.
Sedangkan dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, Ninik mengaku, tanpa melibatkan masyarakat yang berkepentingan, itu sama halnya melakukan pelanggaran HAM. “Menurut UUD, itu sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Kalau rakyat tidak diajak dialog, itu sama halnya melakukan pelanggaran,” ucapnya.
Melihat aksi pembakaran yang dilakukan oleh Massa, kata dia, itu merupakan wujud dari akumulasi kekecewaan masyarakat yang tidak diberikan ruang untuk berdialog dengan pemerintah daerah. “Kami juga menangis melihat ini. Semua orang pasti tidak ingin ini terjadi,” tuturnya. (SM.07)
×
Berita Terbaru Update