Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Meriam itu Parkir di Rumah Pejabat

01 November 2010 | Senin, November 01, 2010 WIB Last Updated 2010-10-31T22:53:10Z
Kota Bima, (SM).- Meriam milik Polisi Resort Kota (Polresta) Bima yang sebelumnya dituding oleh anggota DRPD Provinsi, Drs.H. Sulaiman Hamzah dibawa kabur oleh Tjatur Abrianto (mantan Kapolresta Bima,red) itu tidak benar. Benda cagar budaya tersebut, justru berada di kediaman mantan Kepala Workshop Kota Bima Agus Kosasi. Lantas kenapa meriam tersebut bisa berada di rumah Agus?
Agus yang ditemui di kediamannya menceritakan awal mulanya. Sekitar bulan Desember tahun 2009 silam, dirinya diminta oleh Bratasuta (Mantan Wakil Kapolresta Bima,Red) untuk menyimpannya di Museum ASI Bima. Karena, keberadaannya di depan kantor Polresta Bima mengandung nilai ketakutan untuk masyarakat Kota Bima, apalagi berada di kantor Polisi.
“Alasan Bratasuta waktu itu, dirinya menginginkan agar kantor Polisi tidak menyeramankan, dan masyarakat tidak takut untuk mendatangi kantor Polisi. Keberadaan meriam di kantor Polisi, sama halnya memberi rasa ketakutan kepada masyarakat terhadap institusi kepolisian”, jelasnya mengutip pernyataan Bratasuta waktu itu.
Dirinya yang kebetulan menjawab sebagai Kepala Workshop waktu itu dan memiliki alat berat sepertiloader untuk mengangkut benda cagar budaya yang memiliki berat ton, akhirnya dimintai bantuan untuk membawanya ke Museum. Tetapi, sebelum dirinya membawa ke Museum, lebih awal dirinya berkoordinasi dengan Bupati Ferry Zulkarnaen, ST.
“Waktu itu, saya telepon pak Ferry. Beliau menerima keinginan dari Bratasuta, namun sebelum dibawa ke Museum, saya diminta untuk merawatnya dulu dan membersihkannya, sembari menunggu disediakan tempatnya di Museum”, cerita Agus.
Saat dilakukan pembongkaran, lanjut pria yang kini menjadi Kasi Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bima tersebut, dilakukan dan disaksikan oleh banyak polisi di kantor Polresta Bima. “Hampir semua polisi yang ada waktu itu mengetahuinya, karena pembongkarannya dibantu oleh aparat kepolisian,” terangnya sembari menambahkan bahwa pembongkaran meriam tersebut, dirinya hampir tidak ada koordinasi dengan Tjatur, semuanya atas saran dari Bratasuta.
Lantas kenapa hingga saat ini meriam tersebut masih ditempatkan di rumah Agus? Dia mengaku, dirinya kesulitan mendapatkan alat berat untuk mengangkut benda cagar budaya yang memiliki empat perangkat yakni rel meriam, tempat penyanggah pemutar dan meriam tersebut. “Mengangkut meriam tidak bisa dengan cara manual, tetapi harus menggunakan alat berat. Kita kesulitan dapatkan alat berat, jika ada alat beratnya saat ini juga kita bisa langsung bawa”, papar Agus.
Dia mengaku tidak mengetahui UU yang mengatur tentang benda cagar budaya itu. Dibongkarnya meriam tersebut semata-mata karena menuruti keinginan Bratasuta untuk disimpan di Museum ASI Bima. Mengenai warnanya pun, dia tidak mengetahui apakah ada perubahan atau tidak. Karena, keberadaan di rumahnya hingga kini belum sempat dirubah warna dan bentuknya.
“Waduh, saya tidak nyangka akan seperti ini. Pemberitaan tentang meriam beberapa hari terakhir ini membuat saya tidak merasa nyaman. Jika begini jadinya, saya tidak akan menyimpan meriam ini”, keluhnya.
Hingga kini, meriam tersebut masih berada di bagian belakang rumahnya. Agus tidak hanya coba menceritakan yang sebenarnya, untuk membuktikan juga, dia bahkan mengajak wartawan untuk melihat benda warisan budaya tersebut. (SM.07)
×
Berita Terbaru Update