Kota Bima,(SM).- Dalam
menyelesaikan masalah, terlebih konflik, ada banyak cara yang bisa dilakukan
dan mendapatkan hasil terbaik. Musyawarah dan mufakat harus tetap menjadi
sandaran awal untuk mengupas perbedaan dan silang pendapat yang akhir-akhir ini
berakhir dengan tindakan anarkis dan adu fisik.
Hal tersebut disampaikan Asisten III Setda
Kota Bima, Syahrullah, MH pada saat sambutan pembukaan Dialog Publik Sehari
dengan tema Mengurai Akar Konflik dan Solusi Pencegahan Unjuk Rasa Anarkis di
Wilayah Bima yang digagas oleh Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Bima, Rabu
kemarin.
Kata Syahrullah, salah satu contoh
fenomenal dampak lemahnya mengedepankan musyaaawarah dan mufakat pada
penyelesaian masalah yakni akhir dari aksi tolak tambang di Kecamatan Lambu
yang berujung pada pembakaran kantor Bupati Bima. Kejadian tersebut sangat
perlu dihindari bersama, karena tindakan anarkis bukan cara-cara yang beradab.
“Kita sebagai bangsa Indonesia
harus tetap bersandar pada musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan
persoalan,” ajaknya.
Selain masalah itu, dirinya juga
menyesalkan masalah bentrok warga Melayu dan Kolo. Kendati persoalan dimulai
dengan cara-cara kekerasan, mestinya tetap mengedepankan musyarawah dan
mufakat. “Semuanya, masalah apapun, dengan duduk bersama, akan lahir solusi
yang terbaik untuk kedua belah pihak,” katanya.
Ditengah merebaknya aksi dan sengketa
pendapat baik seluruh Indonesia
maupun khususnya di Bima, Syahrullah memberikan apresiasi untuk GP Ansor yang
telah menggagas kegiatan tersebut. Dia berharap, semoga dari diskusi publik
tersebut, akan lahir pemikiran-pemikiran dan solusi yang membuat semua
keinginan bisa berjalan dengan baik.
Sebelumnya, Ketua Panitia pelaksana
Muhammad Ardyansah,ST dalam laporannya mengatakan kegiatan tersebut
dilaksanakan dengan maksud menjembatani perspektif-perspektif yang
berkembang, dan mengkonsolidasikan gagasan-gagasan cerdas dalam sebuah
kegiatan Diskusi Publik.
Dengan tujuan utama agar dapat mereduksi
tumbuh berkembangnya paham penyelesaian masalah yang mengedepankan kekerasan,
juga mampu memberikan pencerahan ilmiah kepada kelompok-kelompok gerakan
mahasiswa dan LSM tentang mekanisme solutif bebas konflik dalam memperjuangkan
aspirasi-aspirasi masyarakat.
Mempertegas posisi dan proporsi elemen
sipil non-parlemen sebagai corong aspirasi damai yang memperjuangkan tuntutan
masyarakat secara santun, berbudaya dan bersahabat, serta mengajak
kelompok-kelompok gerakan mahasiswa dan LSM untuk melakukan upaya rehabilitasi
citra akademik yang selama ini telah terstigma sebagai pengusung ide-ide
anarkisme dalam berunjukrasa. (SM.07)