Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Apresiasi Sastra

22 April 2012 | Minggu, April 22, 2012 WIB Last Updated 2012-04-28T06:27:46Z
CERPEN
 Hadiah Yang Terindah (2-habis)
Oleh: M.Udak Cello
 
Suasana berubah menjadi riuh kembali dan wajah-wajah siswa terlihat tegang. Menarik napas sejenak dan mengenakan kaca mata tebalnya, kepala sekolah menyampaikan hasilnya dimulai dari peringkat kelima. Setiap nama siswa yang dibacakan, langsung diikuti gemuruh tepuk tangan yang menggema. Terpancar kebanggaan di wajah para siswa yang namanya dibacakan.
“Dan yang menempati peringkat satu sekaligus ditetapkan sebagai siswa teladan semester ini, dari sembilan ratus lima puluh siswa, adalah Nurani Nan Tulus. Nurani, silahkan berdiri.”
Setelah sujud syukur, Nurani berdiri. Kedua bola matanya penuh dengan air mata. Sebelum maju dan berbaris bersama keempat siswa lainnya, sisa air mata dihapus dengan punggung tangannya. Semua mata tertuju padanya. Ada yang menggeleng tidak percaya. Ada yang mengangguk memuji. Nurani melangkah gagah ke depan dan menyalami keempat rekannya dan para guru. Hadiah dan buku laporan hasil belajar diberikan. Sebagai motivasi, masing-masing siswa diberikan selembar sertifikat dan amplop berisi beberapa lembar ratusan, sesuai peringkat yang diperolehnya.
Prestasi yang diraihnyapun berlanjut pada semester berikutnya. Di kelas sebelas, Nurani mengambil jurusan budi daya ikan. Ia tidak lagi bingung soal biaya. Selain dari sekolah, sebuah lembaga swasta nasional pun memberikan beasiswa. Selain prestasi dalam lingkungan sekolahnya, Nurani juga dipercayakan mewakili sekolahnya untuk mengikuti ajang pemilihan siswa berprestasi tingkat provinsi. Dengan ketekunan dan dukungan dari sekolah, Nurani berhasil meraih peringkat kedua. Walaupun dengan prestasi yang mengagungkan, ciri khas penampilan gadis desa tetap dipertahankan.
***

Suasana pagi yang sangat beda dari biasanya. Angin bulan Mei yang selalu keras dan merontohkan dedaunan, seperti tak bernyali. Rintik air siraman dari petugas taman sekolah terlihat di atas dedaunan bunga ditaman. Dibawa pohon sawo, berjejer kendaraan roda dua dan empat. Tempat parkiran sekolah tidak bisa memuat kendaraan orang tua siswa. Dalam aula sekolah, situasinya lebih istimewa lagi. Sebuah lukisan berlatar belakang padi dan berisi gambar tapak-tapak kecil dan sebaris kalimat “Berlakulah Seperti Padi, Semakin Berisi, Semakin Bernas,”, racikan tangan pak Randi, guru lukis di sekolah itu, membuat suasana aula semakin indah.
“Selamat pagi bapa dan ibu guru, staf tata usaha. Para orang tua atau wali siswa. Yang saya kagumi dan cintai, tigaratus sembilan puluh anak didik yang sebentar lagi akan meninggalkan almamater tercinta ini. Dalam tiga tahun kebersamaan kita, begitu banyak prestasi yang kita raih, baik prestasi akademik dan non akademik. Hasil yang pantas kita raih karena kerja sama antar kita yang sangat baik. Keberhasilan siswa adalah gambaran keberhasilan guru dan keberhasilan orang tua menjalin kerja 1sama itu. Kita juga bisa menggapai bintang karena keuletan para peserta didik dalam mengikuti berbagai proses pembinaan di lembaga ini”, sambutan bernada puitis membuat para siswa terutama siswi tertunduk.
Semua siswa berdebar menanti hasil. Cipika cipiki dan saling berjabat tangan tiba-tiba terjadi seperti dikomando. Nurani, Irma, Elen, Nona dan Angela dan beberapa teman lainnya melakukan hal yang sama. Ada tawa, canda, gembira dan sedih, serta perasaan lain yang berkecamuk. Mereka ingin segera mengetahui hasilnya. Dari pojok ruangan, sayup-sayup terdengar lagu “Kemesraan,” dari album Iwan Fals, yang diputar pa Gusti, staf tata usaha yang beralih tugas sebagai operator musik.
“Tahun ini kita harus berbangga lagi. Penetapan standar nilai kelulusan yang semakin naik dari tahun ke tahun membuat kita juga semakin giat berusaha. Dan kita telah membuktikannya. Prestasi yang membanggakan telah kita ukir. Salah seorang siswa kita mencorehkan tinta emas untuk lembaga ini. Raihan nilai ujian berada di tingkat dua di propinsi ini”, lanjut kepala sekolah dalam arahannya.
Nurani hanya tertunduk. Yel-yel meneriakan nama Nurani menggema diikuti suit-suitan panjang tanpa henti. Aula seperti mau roboh, saat kepala sekolah menyebut nama Nurani dan menyampaikan hasil kelulusan seratus persen. Balon yang sengaja digantung sebagai hiasan, diledakan. Hiruk pikuk terjadi, ketika semua siswa saling berebutan untuk berjabatan tangan dengan Nurani. Beberapa menit berlalu. Suasana tenang kembali. Para siswa menyalami kepala sekolah dan semua guru dan staf tata usaha. Saling peluk terjadi antar ibu kost Nurani di tengah aula itu.
***
Meninggalkan kota yang sudah memberikan makna hidup yang sangat dalam baginya, terasa berat. Tapi Nurani harus mengayun langkahnya. Desa masih butuh sentuhan orang-orang yang mampu seperti dirinya.
Angkutan pedesaan langganannya, sudah tiba di terminal. Walau sudah termakan usia, “Pelangi” masih setia melayani penumpang. Dengan ole-ole seadanya, Nurani bergegas masuk. Sejenak Nurani mengarahkan pandangannya ke papan pengumuman di pinggir jalan itu, dan menatap gedung almamaternya yang masih bisa terlihat dari jalan utama.
Deru mesin mobil meninggalkan semua kenangan manis dan pahit dikota itu. Yang ada dibenak Nurani saat ini adalah segera menyampaikan hasilnya kepada ibu dan bapaknya. Jalanan bergelombang dan aspal apa adanya masih terlihat seperti tiga tahun silam. Memasuki desa pertama, Nurani semakin tak sabar. Dadanya semakin bergelorah. Tepat di depan rumah setengah tembok, angkutan pedesaan itu berhenti. Nurani segera turun dengan beberapa barang bawaannya. Diteras rumah itu, suasana lengang. Tak ada orang. Dengan setengah berlari, Nurani langsung menuju dapur. Sebelum mengungkapkan sebaris kata, Nurani rebah didepan ibunya. Kaki ibunya yang semakin keriput diciumnya. Air mata bahagia menetes dipunggung kaki ibunya. Beberapa menit kemudian, Nurani berdiri.
“Saya lulus, ma. Ini semua berkat doa dan jerih payah bapa dan ibu”. Kalimat datar yang tercurah dari mulutnya. Diciumnya bertubi-tubi pipi dan kening ibunya. Saat bersamaan, bapak dan Brian adiknya masuk. Nurani pun memeluk tubuh ayahnya. Brian hanya menatap ulah kakaknya.
***
Kembali ke sebuah suasana yang sangat alami, Nurani mulai bergelut dengan kehidupan desanya dan membaktikan dirinya untuk desa. Sebagai uji coba Nurani membuat satu kelompok ibu-ibu yang suaminya bermata pencaharian nelayan. Diajarinya bagaimana caranya mengelolah hasil tangkapan suami. Dari abon ikan, dendeng ikan dan masih banyak produk lokal yang mampu meningkatkan ekonomi keluarga. Ada yang menolak ide yang ditawarkan, tapi lebih banyak yang mau bergabung dan membuat kelompok baru. Selain melatih untuk menghasilkan produk tertentu, Nurani juga mengajari bagaimana membuat pembukuan sederhana.
Kesederhanaan dan kemampuan Nurani, seorang gadis desa, perlahan tapi pasti merobah perekonomian warga kampungnya, kearah yang lebih baik. (*)
Cerita ini adalah fiksi semata. Apabila ada nama, tempat dan kejadian yang sama, semua itu hanya sebuah kebetulan semata)
Penulis: asal Kupang NTT


×
Berita Terbaru Update